Rabu, 11 Desember 2013

Niko Resources Hentikan Sementara Eksplorasi Laut Dalam di Indonesia, What Next?

Rig Ocean Monarch


Baru-baru ini perusahaan minyak dan gas bumi asal Kanada, Niko Resources, menghentikan sementara program multi-years eksplorasi laut dalam di beberapa Blok dan Wilayah Kerja (WK) miliknya di Indonesia. Padahal perusahaan tersebut cukup aktif melakukan eksplorasi sejak dua tahun lalu. Niko Resources saat ini memiliki hak kepesertaan (paricipating interest) di 22 blok migas di Tanah Air, yang hampir semuanya berada di lepas pantai – sebagiannya berada di laut dalam (deepwater). 

Mengapa perusahaan tersebut terpaksa menghentikan sementara program eksplorasinya? Apakah akan dihentikan secara permanen atau masih ada peluang dilanjutkan? Seberapa jauh dampaknya bagi pengembangan industri minyak dan gas laut dalam kedepan? Pelajaran apa yang dipetik pemerintah Indonesia dari kasus Niko Resources ini? Apa yang dilakukan pemerintah selanjutnya?

Alasan utama adalah kondisi keuangan perseroan yang tidak menggembirakan serta hasil eksplorasi di beberapa blok dan wilayah kerja yg nihil. Kondisi ini menyebabkan harga saham perusahaan tersebut di Bursa Efek Kanada menurun drastis dalam beberapa bulan terakhir.

Pada 15 November lalu, Niko Resources mengumumkan bahwa perseroan mencatat rugi bersih dalam 10 kuartal terakhir. Perseroan juga mengatakan, Perseroan kemungkinan tidak dapat memenuhi kewajiban membayar utang tepat waktu serta membiayai biaya-biaya eksplorasi. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini, Niko Resources mengehentikan semenara program eksplorasi di Indonesia yang telah dimulai 1-2 tahun lalu.

Pada saat yang sama, Niko Resources berupaya untuk merestrukturisasi utang miliknya. Pembahasan restrukturisasi utang sedang berjalan dengan kreditor. Tentu para pelaku industri, pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya sedang menunggu perkembangan lanjutan dari aktivitas Niko Resources di Indonesia.

Blok migas yang dikelola Niko Resources (Overseas XIX) Limited antara lain blok Seram, blok South East Ganal I, blok West Sager, blok South Matindok, blok Kofiau, blok West Papua IV, blok North Makasar Strait I, blok Halmahera-Kofiau, blok East Bula, blok Cendrawasih Bay III, blok Cendrawasih Bay IV, blok Sunda Strait, blok Obi dan lain-lain. Total blok migas yang dikembangkan Niko Resources mencapai 22 blok, dengan hak kepesertaan bervariasi dari 20 persen hingga 100 persen.

Niko Resources mengalokasikan dana US$254 juta setara dengan Rp2,18 triliun guna membiayai belanja eksplorasinya di Tanah Air hingga Mei 2013 (Bisnis Indonesia, Nov 2013). Perusahaan asal Kanada ini tampak ambisius dalam melakukan program eksplorasi tersebut. Ini terlihat dari rig super canggih yang digunakan. Niko Resources menyewa Rig Ocean Monarch milik Diamon. Rig tersebut merupakan semi-submersible generasi kelima dan mampu beroperasi pada kedalaman laut hingga 10.000 kaki dan melakukan pengeboran hingga kedalaman 35.000 kaki. Boleh jadi, ini rig laut dalam pertama yang dioperasikan di Indonesia.

Bagi pencinta film Armagedon, rig ini pasti familiar. Rig ini muncul dalam film Armageddon yang dibintangi Bruce Willis tahun 1997 lalu kemudian dibangun kembali pada tahun 2006 setelah diakuisi oleh Diamond. Pada akhir 2011, Niko Resources menggandeng Diamon Offshore Inc untuk melakukan pengeboran minyak di laut dalam dengan nilai proyek US$700 juta atau sekitar Rp5,95 triliun. Kontrak dengan Diamon Offshore berlangsung selama empat tahun dengan opsi tambahan waktu kontrak selama satu tahun.

Beberapa blok yang dieksplorasi hanya menghasilkan dryhole, alias tidak mendapatkan apa-apa. Misalnya, Perseroan tidak menemukan cadangan minyak dan gas yang potensial untuk dikembangkan setelah mengembor sumur Elit-1 di wilayah timur Indonesia. Sebenarnya, tidak hanya kondisi keuangan yang dihadapi Perseroan, tapi juga rumit dan ribetnya perizinan dan birokrasi di Indonesia. Belum lagi sistem perpajakan yang tidak mendukung, sehingga beberapa perusahaan migas menarik diri atau mengurangi aktivitas eksplorasi mereka.

Pelajaran apa yang dipetik dari kasus Niko Resources ini? Pertama, eksplorasi di lepas pantai dan laut dalam penuh risiko dan berbiaya tinggi. Bila investor tidak menemukan cadangan yang bernilai komersial, maka uang yang telah dibelanjakan tersebut hangus tak berbekas. Namun, bila menemukan cadangan untuk kemudian dikembangkan, maka biaya eksplorasi dapat diklaim dari hasil produksi di kemudian hari. Melihat hasil yang buruk tersebut, Niko Resources berarti membukukan kerugian dari hasil eksplorasi.

Pelajaran kedua, eksplorasi terutama eksplorasi di lepas pantai dan laut dalam hanya bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang dapat menyerap risiko kerugian.  Risiko seperti inilah yang menyebabkan perbankan enggan memberi pinjaman ke perusahaan migas nasional untuk melakukan eksplorasi. Risiko seperti ini juga yang membuat perusahaan-perusahaan migas nasional sangat hati-hati dan terkadang menghindari risiko dengan tidak melakukan eksplorasi di lepas pantai atau di blok-blok yang rumit dan sulit. 

Risiko tinggi pada aktivitas eksplorasi ini yang membuat Indonesia membutuhkan perusahaan-perusahaan besar dunia atau yang disebut oil majors seperti Total E&P Indonesie, BP, Chevron Pacific Indonesia, ExxonMobil, Eni dari Italia, Inpex asal Jepang. Ada juga perusahaan-perusahaan migas lapis kedua dan independen yang melakukan eksplorasi di lepas pantai, tapi tidak banyak jumlahnya.

Keputusan Niko Resources menghentikan sementara aktivitas pengeboran di Laut Dalam cukup mengkhawatirkan. Bila Niko Resources memperpanjang masa jeda dan bahkan menghentikan secara permanen aktivitas eksplorasi di laut dalam, tentu ini menjadi pukulan berat bagi Indonesia. Tidak banyak perusahaan migas dunia yang berani mengambil risiko melakukan eksplorasi di laut dalam. Bila dihentikan secara permanen atau untuk jangka waktu yang lama, maka blok-blok migas tersebut kemungkinan akan dikembalikan ke pemerintah untuk kemudian dilelang kembali. Situasi ini akan berdampak pada industri migas nasional. Harapan adanya tambahan cadangan migas dari lepas pantai dan laut dalam bisa jadi menipis. Dibutuhkan kerja ekstra keras lagi bagi pemerintah mendatang untuk meyakinkan investor. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar